BAB 1
PENDAHULUAN
|
Sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia menjadi negara
yang dapat berdiri sejajar dengan negara-negara maju di dunia, maka
Kementerian Agama melalui Balitbangdiklat Kementerian Agama mengadakan
kegiatan yang telah dilaksanakan secara berkesinambungan dari tahun ke tahun
yaitu Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan
Daerah. Acara dialog multikultural ini diadakan di Provinsi Sumatera
Barat sejak tanggal 19 s.d. 23 Maret 2012. Rombongan dari tingkat Pusat
dipimpin oleh Dr.H. Imam Tholkhah, MA, Pelaksana Harian Kepala Puslitbang
kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag.
Kegiatan yang mengikutsertakan enam pemuka agama
tingkat pusat yang diakui di Indonesia juga diikuti oleh pemuka-pemuka agama
yang berasal dari dari daerah Sumatera Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk
memberikan masukan dan melihat secara nyata kondisi kehidupan umat beragama
di Sumatera Barat. Diharapkan dari kegiatan ini akan terungkap beberapa
persoalan keumatan diantaranya kasus-kasus aktual dan potensi yang dapat
menimbulkan konflik dalam kehidupan beragama di Sumatera Barat, serta potensi
kerukunan (local wisdom) yang dapat dikembangkan untuk dapat menangkal
konflik tersebut.
Rangkaian kegiatan ini di awali dengan melakukan kunjungan
dan dialog antara pemuka agama pusat dengan umat Hindu di Pure Jagatnata di
kawasan LANUD Tabing Padang, yang akan dilanjutkan dengan mengunjungi rumah
ibadat umat lainnya, yaitu Masjid Raya Ganting dan Vihara Budhawarman
di kota Padang serta Gereja HKBP Jl. Syafei dan Gereja Katholik Jl. Sudirman
di kota Bukittinggi.
Kegiatan dialog multikultural ini dibuka oleh
Gubernur Sumatera Barat di Hotel Rocky, kemudian dilanjutkan dengan dialog
bersama pemuka-pemuka Agama se-Sumatera Barat. Dialog yang dilaksanakan
dalam 3 sesi tersebut menampilkan pembicara dari Kepala Kesbangpol Linmas,
Ketua FKUB, MUI, Perwakilan Umat Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu
dan tokoh Adat Sumatera Barat.
BAB
2
PEMBAHASAN
BERAGAM
SUKU YANG ADA DI INDONESIA
Negara yang terdiri dari ribuan pulau membuat
Indonesia terdiri dari beragam suku budaya. Ada banayak suku yang mendiami
berbagai wilayah di tanah air ini. Hingga pelosok-pelosok, terdapat lebih
dari seribu suku bangsa yang ada di Indonesia. Setiap suku memiliki keaneka
ragaman masing-masing.
Keberagaman
Budaya
Tumbuhnya kesadaran tersebut merupakan salah satu
contoh nyata perilaku mendukung tata nilai kehidupan berbangsa dan bernegara
yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan perdamaian
meskipun terdapat perbedaan sistem sosial budaya di dalam masyarakat.
Berbagai konflik sosial tersebut menunjukkan perlunya ditetapkan sebuah
kebijakan politik budaya oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan
itu diharapkan mampu meredam konflik dalam segala bidang kehidupan, baik di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun agama dengan menonjolkan
kekayaan, potensi-potensi pengembangan, dan kemajuan keanekaragaman
kebudayaan yang sejalan dan mendukung berlakunya prinsip demokrasi dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting mengembangkan sikap
simpati dan empati yang berorientasi pada pengembangan keberagaman budaya
dengan penegakan prinsip-prinsip persamaan.
Dampak
Keberagaman Budaya di Indonesia
Sebelumnya telah dipaparkan
mengenai potensi keberagaman budaya di Indonesia. Yang menjadi sebuah
pertanyaan besar adalah dampak dari keberagaman budaya bagi integrasi bangsa.
Di dalam potensi keberagaman budaya tersebut sebenarnya terkandung potensi
disintegrasi, konflik, dan separatisme sebagai dampak dari negara kesatuan
yang bersifat multietnik dan struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan
plural. Menurut David Lockwood konsensus dan konflik merupakan dua sisi mata
uang karena konsensus dan konflik adalah dua gejala yang melekat secara
bersama-sama di dalam masyarakat.
Sejak merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945, Indonesia selalu diwarnai oleh gerakan separatisme, seperti
gerakan separatis DI/TII dan RMS di Maluku. Gerakan tersebut saat ini juga
berlangsung di Provinsi Papua yang dilakukan oleh OPM (Organisasi Papua
Merdeka) di provinsi paling timur di Indonesia tersebut.
Karena struktur sosial budayanya yang sangat kompleks,
Indonesia selalu berpotensi menghadapi permasalahan konflik antaretnik,
kesenjangan sosial, dan sulitnya terjadi integrasi nasional secara permanen.
Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan budaya yang mengakibatkan perbedaan
dalam cara pandang terhadap kehidupan politik, sosial, dan ekonomi
masyarakat.
Menurut Samuel Huntington, Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi
disintegrasi paling besar setelah Yugoslavia dan Uni Soviet pada akhir abad
ke-20. Menurut Clifford Geertz apabila bangsa Indonesia tidak mampu mengelola
keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etniknya maka Indonesia akan
berpotensi pecah menjadi negara-negara kecil. Misalnya, potensi disintegrasi
akibat gerakan Organisasi Papua Merdeka yang menginginkan kemerdekaan
Provinsi Papua dari Indonesia.
Pola kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan adat
istiadat (custom differentiation) karena adanya perbedaan etnik, budaya,
agama, dan bahasa. Kedua, diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan struktural
(structural differentiation) yang disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan
untuk mengakses potensi ekonomi dan politik antaretnik yang menyebabkan
kesenjangan sosial antaretnik.
Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia memiliki dua
kecenderungan atau dampak akibat keberagaman budaya tersebut, antara lain
sebagai berikut.
1. Berkembangnya perilaku konflik di antara berbagai
kelompok etnik.
2. Pemaksaan oleh kelompok kuat sebagai kekuatan utama yang mengintegrasikan masyarakat.
Namun, kemajemukan masyarakat tidak selalu menunjukkan
sisi negatif saja. Pada satu sisi kemajemukan budaya masyarakat menyimpan
kekayaan budaya dan khazanah tentang kehidupan bersama yang harmonis apabila
integrasi masyarakat berjalan dengan baik. Pada sisi lain, kemajemukan selalu
menyimpan dan menyebabkan terjadinya potensi konflik antaretnik yang bersifat
laten (tidak disadari) maupun manifes (nyata) yang disebabkan oleh adanya
sikap etnosentrisme, primordialisme, dan kesenjangan sosial.
Salah satu gejala yang selalu muncul dalam masyarakat
majemuk adalah terjadinya ethnopolitic conflict berbentuk gerakan separatisme
yang dilakukan oleh kelompok etnik tertentu. Etnopolitic conflict dapat
dilihat dari terjadinya kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Gerakan perlawanan
ini bukan hanya timbul karena didasari oleh adanya ketidakpuasan secara
politik masyarakat Aceh yang merasa hak-hak dasarnya selama ini direbut oleh
pemerintah pusat. Selama ini rakyat Aceh merasa terpinggirkan untuk
mendapatkan akses seluruh kekayaan alam Aceh yang melimpah ditambah adanya
sikap primordialisme dan etnosentrisme masyarakat Aceh yang sangat kuat.
Pola etnopolitic conflict dapat terjadi dalam dua
dimensi, yaitu pertama, konflik di dalam tingkatan ideologi. Konflik ini
terwujud dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut oleh pendukung
suatu etnik serta menjadi ideologi dari kesatuan sosial. Kedua, konflik yang
terjadi dalam tingkatan politik. Konflik ini terjadi dalam bentuk
pertentangan dalam pembagian akses politik dan ekonomi yang terbatas dalam masyarakat.
Perbedaan kesejarahan, geografis, pengetahuan, ekonomi,
peranan politik, dan kemampuan untuk mengembangkan potensi kebudayaannya
sesuai dengan kaidah yang dimiliki secara optimal sering menimbulkan dominasi
etnik dalam struktur sosial maupun struktur politik, baik dalam tingkat lokal
maupun nasional. Dominasi etnik tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan
dominan (dominant culture) dan kebudayaan tidak dominan (inferior culture)
yang akan melahirkan konflik antaretnik yang berkepanjangan. Dominasi etnik
dan kebudayaan dalam suatu masyarakat apabila dimanfaatkan untuk kepentingan
golongan selalu melahirkan konflik yang bersifat horizontal dan vertikal.
Ciri khas masyarakat majemuk seperti keanekaragaman
suku bangsa telah menghasilkan adanya potensi konflik antarsuku bangsa dan
antara pemerintah dengan suatu masyarakat suku bangsa. Potensi-potensi
konflik tersebut merupakan permasalahan yang ada seiring dengan sifat suku
bangsa yang majemuk. Selain itu, pembangunan yang berjalan selama ini menimbulkan
dampak berupa terjadinya ketimpangan regional (antara Pulau Jawa dengan luar
Jawa), sektoral (antara sektor industri dengan sektor pertanian), antarras
(antara pribumi dan nonpribumi), dan antarlapisan (antara golongan kaya
dengan golongan miskin).
BAB
3
Penutup
Sekian materi dari saya tentang keanekaragaman bangsa Indonesia dan potensi
konflik apabila ada kurang dan salah dalam penulisan kata-kata
mohon dimaafkan.
Kekurangan milik manusia kesempurnaan hanya milik Allah.SWT … Terima kasih
Kesimpulan
Berbagai konflik sosial tersebut menunjukkan perlunya
ditetapkan sebuah kebijakan politik budaya oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan
itu diharapkan mampu meredam konflik dalam segala bidang kehidupan, baik di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun agama dengan menonjolkan
kekayaan, potensi-potensi pengembangan, dan kemajuan keanekaragaman
kebudayaan yang sejalan dan mendukung berlakunya prinsip demokrasi dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting mengembangkan sikap simpati
dan empati yang berorientasi pada pengembangan keberagaman budaya dengan
penegakan prinsip-prinsip persamaan.
Daftar Pustaka
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar